Pages

Friday, March 29, 2013

Bahagiaku Untukmu



            “Aku sangat bahagia menjadi aku disisimu.
            “Benarkah?”
            “Iya, tentu. Ku mohon, tetaplah disisiku sebagaimana aku dan kamu.
            “Pasti.”
            “Aku pernah bermimpi memiliki seorang kakak laki-laki yang bisa mengerti aku, yang bisa menemaniku saat aku sedih dan tentu saja tidak menyebalkan seperti kakak laki-laki pada umumnya. Dan sekarang, aku sedang bersama seorang kakak laki-lakiku menelusuri hari bersama. Aku suka.”
            “Kakak laki-laki? Aku?”
            “Ya... oh, tentu bukan hanya itu. Aku juga sangat amat menyayangimu sebagai sahabatku yang palingggg baik. Kau tau? Hanya kamu yang rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk menemaniku bercerita dan mengeluarkan semua yang aku ingin ceritakan. Hingga akhirnya aku tertidur kelelahan karena ulahku sendiri yang terlalu bersemangat bercerita. Haha.”
            “Ada anggapan lain lagi tentangku? Mungkin.”
            “Hm...  Kau kakak laki-laki yang sangat amat ku idamkan. Kau juga sahabat yang paling mengerti diriku. Ya, kau bisa menjadi dewasa saat aku butuh kau menjadi dewasa. Didetik lain, kau bisa menjadi sahabat yang mengasikkan untukku.
            “Hm...”
            “Hei, jangan melihatku begitu. Jangan melambung tinggi.”
            “Oh, iya. Aku sahabatmu dan kakakmu. Kira-kira, bisakah semua ini berubah? Aku tidak lagi menjadi sahabat dan kakakmu. Mungkin bisa menjadi........”
            “Oh, tidak! Kumohon tetaplah menjadi kakak dan sahabat yang baik untukku. Jangan coba-coba untuk tinggalkan aku!
            “Maaf, bukan begitu maksudku.”
            “Ku mohon, berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan merubah segalanya pada kita dan tetap menjadi sahabat dan kakak yang baik untukku.”
            “Jika aku berjanji, kau akan bahagia?”
            “Tentu! Selamanya.”
            “Baiklah, aku tidak akan meninggalkanmu dengan alasan apapun.”
“Lalu?”
“Yaa... aku akan menjadi sahabat dan kakak laki-laki yang baik untuk wanita yang kini berada disampingku.”
“Selamanya?”
“Hm, ya. Selamanya.” 

Sunday, March 17, 2013

Bintang Jatuh Yang Terjatuh


Jangan bertingkah seolah kau satu-satunya bintang jatuh didunia. Jangan menganggap diriku hanya bisa menggantungkan harapanku padamu saja. Jangan berharap aku akan terus menggantungkan harapanku pada satu bintang jatuh yang tak kunjung mengabulkan harapanku.
Percayalah, kau bukanlah satu-satunya bintang jatuh didunia. Masih banyak bermilyar-milyar bintang jatuh didunia yang bisa kugantungkan harapanku pada mereka. Masih banyak pula bintang-bintang yang belum terjatuh dan mungkin akan terjatuh yang bisa kuharapkan.
Kau hanyalah seonggok bintang jatuh yang kebetulan tergelincir hingga kehadapanku. Mungkin memang hanya kau yang kini tertera dihadapanku, tapi nyatanya tak hanya kau sang bintang jatuh. Mungkin dan memang pasti suatu saat nanti aku melihat bintang jatuh lain yang mungkin bisa lebih cepat mengabulkan harapanku tanpa terlalu lama digantungkan begitu saja.
Jika kau tidak berniat mengabulkan harapanku, aku akan dengan ikhlas melepaskanmu kembali kelangit dan membiarkanmu terjatuh dihadapan pengharap lain. Jika memang itu terjadi, aku rela membuang malamku menunggu bintang jatuh yang cahayanya lebih nyata dimataku dan juga bisa menyatakan harapanku.
Jika kau berniat mengabulkan harapanku, cobalah jangan bertingkah angkuh padaku. Aku memang hanya seorang pengharap yang sedang berharap besar padamu, wahai bintangku. Tapi cobalah untuk yakinkanku, bahwa aku tidak menyia-nyiakan malamku untuk menunggumu terjatuh dihadapanku. Yakinkanku bahwa aku tak sia-sia menghabiskan waktuku menggantungkan harapanku padamu. Cobalah tunjukan pintu magis pembawa kenyataan pada harapanku.
Kau hanyalah bintang jatuh yang terjatuh. Yang kemudian kugantungkan harapanku pada satu-satunya bintang yang tergelincir hingga dihadapanku. Kemudian kau gantungkan kembali harapan itu. Hingga aku lelah dan mencoba menerbangkanmu kembali keangkasa luas. Dan pada akhirnya kau terjatuh kembali diantara milyaran pengharap lain. Bukan aku.

Tuesday, March 12, 2013

Aku dan Kamu. Kita.


Aku dan kamu...
Dua sosok yang berbeda namun mencoba menyatukan perbedaan
Mencoba melawan perbedaan untuk bisa menjadi satu
Satu yang menuju kebahagiaan
Bersama...

Aku dan kamu...
Dua sosok yang terlihat sebatas normal tak akan bisa bersama
Tapi kitalah sosok normal yang mencoba luar biasa
Kita yang mencoba dan akan merubah suatu hal yang normal menjadi tak normal
Untuk bisa bersama
Selamanya...

Aku dan kamu...
Dua sosok ciptaan Tuhan yang dengan kerasnya dinyatakan tak bisa bersama
Namun dengan kekuatan yang tersisa kita berjuang bersama melawan yang ada
Melawan segala rintangan besar diujung perjuangan
Tak peduli guntur menyambar hebat
Tak peduli sang bayu bertiup tak tentu arah setega-teganya ia
Tak peduli jika harus menerjang terik mentari yang menusuk kalbu sang pejuang

Karna pada akhirnya,
Aku dan kamu...
Menemukan jalan terang bersinar indah bak surga dipersimpangan jalan perjuangan
Akhir dari perjuangan bukit terjal berduri yang telah terlewati
Kebahagiaan.

Monday, March 11, 2013

‘Hanya’ Aku Sosok Specialmu?


            Ku fikir, akulah seseorang yang dekat denganmu dengan embel-embel special dihatimu. Ku fikir, aku seorang wanita yang beruntung yang mampu mendapatkan hatimu. Pada nyatanya, perhatian yang selama ini kau berikan padaku memang hanya sebatas perhatian singkat belaka. Tanpa ada rasa.
            Kau tidak tau, saat perhatian kecil yang kau tujukan padaku, seketika pemilik hati kecil yang berdegup kencang ini begitu bahagia. Aku. Aku begitu berharap lebih pada perhatianmu. Aku bahkan dengan yakinnya menunggu perhatian-perhatian lain yang kembali kau tujukan padaku. Aku juga menunggu saat dimana kau benar-benar mewujudkan mimpiku untuk menjadi satu-satunya pendamping hidupmu.
            Kemudian aku tersadar, bahwa pada nyatanya perhatian yang kau tujukan padaku memang bukan hanya untukku. Tapi juga untuk mereka diluar sana. Untuk mereka yang juga mungkin memiliki harapan sepertiku. Ah, aku baru menyadari kebodohanku setelah aku terlampau jauh masuk kejurang harapanku dan terjatuh didalamnya hingga terluka dan tak mampu untuk memanjat kembali jurang itu atau bahkan tak mampu berdiri.
            Bayangkan saja, sudah lama aku dan kamu menyimpan kedekatan kita. Kedekatan yang kufikir akan menjadi kebersamaan. Kedekatan yang sebetulnya memang tidak wajar jika hanya disebut sebatas kedekatan biasa.
            Hanya akukah yang berharap lebih? Tidakkah kamu?
            Memang tidak bisa disalahkan jika pada dasarnya kau orang yang ramah kepada siapapun termasuk aku. Tapi tentu saja akupun tidak begitu salah jika harapan ini muncul begitu saja tanpa bisa ditahan kepada seseorang yang memang terlihat memberi harapan. Memang akulah sang pengharap yang tak pasti. Bukan kamu yang menjadi sang pemberi harapan palsu.
            Saat melihat kau dekat dengan yang lain, aku cemburu. Ada rasa aneh seketika yang menjulur mendesir darahku. Namun aku kembali tersadar saat aku menyadari sosok dan posisiku yang masih sama dengan wanita-wanita yang membuatku merasa aneh dan tidak terima dengan kedekatannya denganmu. Kesadaran itu semakin membunuhku. Aku bukanlah sosok specialmu.
            Apa lagi yang harus aku tak terima? Aku dan mereka hanyalah sesosok wanita yang butuh perhatian. Mungkin.
            Harusnya aku sadar, cemburu ini tidak akan beujung pada kebahagiaan. Kecemburuanku ini akan terus menjai rasa cemburu yang salah arah. Akan menjadi rasa cemburu yang tak tentu alasan dan tidak didasari kepemilikan mutlak. Aku disini hanyalah seseorang yang berharap sendiri tanpa diharapkan. Hanya itu yang aku tau.
            Disisi lain, aku ingin menjauh untuk meredam harapanku yang semakin membuncah tak karuan saat kau kembali memberiku secuil perhatian. Tapi saat perhatian itu tiba dihadapanku, rasanya aku tak ingin hilang dari peredaranmu sekejap saja. Begitu nyaman hidup didalam harapan yang kau bangun jika kau seolah sedang menguatkan harapanku. Tapi begitu memilukan jika tersadar, aku terperangkap didalam benteng harapan yang dimana terdapat banyak yang berharap sama sepertiku didalamnya.
            Saat ingin pergi kesuatu tempat, saat ingin melakukan suatu kegiatan, ada rasa yang mendorongku untuk melaporkan kegiatanku kepadamu. Tapi kembali rsa itu muncul...... siapa aku dimatamu hingga kau wajib mengetahui semua kegiatanku. Rasa itu juga yang muncul saat aku tidak bisa menghubungimu namun aku merasa wajib memberi kabar kepadamu. Ah.
            Aku ingin pergi dari peredaranmu jika itu satu-satunya jalan agarku tidak terperangkap dalam jeratan harpan besar nan terlalu kuat dirapuhkan. Namun aku ingin tetap dekat denganmu jika itu jalan satu-satunya untuk bisa mendapatkanmu suatu hari nanti dengan membiarkanku terkurang diantara harapan tahanan lain bersamaku didalam bentang harapanmu.
            Siapa yang tau hatimu? Jika aku pergi, namun aku begitu yakin kau juga mengharapkanku. Jika aku bertahan, sudah terlalu lama aku hidup dalam harpan yang tak kunjung terkabul dan sampai kapan aku harus menunggu semua hingga tiba.
            Aku ingin tau segala isi hatimu agar kebimbangan ini bisa menjadi kepastian.
            Aku ingin tau segala isi hatimu agar aku bisa menentukan jalanku selanjutnya.

Sunday, March 10, 2013

Penyakit Ini Menghalangi


          Cepat atau lambat, kita tetap akan berpisah. Cepat atau lambat aku akan tetap meninggalkanmu. Jadi, buat apa kau menahanku untuk tidak mengakhiri hubungan yang sudah jelas kita ketahui akhirnya ini? Untuk apa lagi kita bertahan pada kebahagiaan yang sebentar ataupun lama akan berujung pada kesedihan?
          Aku. Seorang wanita berpenyakit yang akan meraungi ruang-ruang kosong otakmu setiap waktu. Cepat atau lambat, aku akan meninggalkanmu dengan lebel kematian. Aku lelah jika harus mengganggu segala kegiatanmu dengan munculnya aku diotakku sebagai wanita lemah yang kondisinya patut diperhatikan. Aku lelah jika dalam setiap kata dalam pesanmu, telfonmu, bahkan jika kita bertemu kau selalu memintaku untuk menjaga sisa-sisa kekuatan tubuhku yang pada dasar kenyataannya tidak bisa kupertahankan. Aku lelah jika harus merasa merepotkan dirimu, seseorang yang amat kucintai.
          Dalam mimpiku, disisa-sisa hidupku, aku hanya ingin melihatmu tersenyum selayaknya orang bahagia pada dasarnya. Bukan tersenyum seperti seseorang yang baru menemukan barang kesayangannya yang tetap berada ditempatnya saat ia tinggal pergi. Itulah tatapanmu saat kau melihatku. Senyum lega. Tanda kau menemukanku masih bernafas dan belum terbujur kaku ditempat tidurku. Disisi lain, aku jatuh cinta pada senyummu. Tapi dilubuk hatiku, aku kembali membenci kesadaranku yang muncul tiba-tiba saat kau tersenyum mengasihaniku.
          Kau tau? Aku ingin kau pergi tentu saja untuk kebaikkan kita. Aku ingin kau pergi dari pandanganku, agar aku tak perlu menahan rasa tak enak hatiku saat aku meropotkanmu karena penyakitku. Dan baiknya kau pergi dari sisikupun agar kau bisa bahagia dengan wanita yang sehat dan kalian bisa menjalani cinta yang normal seperti pasangan-pasangan lain diluar sana. Aku tau, saat kau berkata kau bahagia asal berada disisiku, itu tidak sepenuhnya pernyataan jujur. Aku tau yang seseungguhnya ingin kau katakan, bahwa kau bahagia jika berada disisiku, berjalan berdampingan denganku, bukan mendorong kursi rodaku dari belakang punggungku.
          Kau pergi. Itu yang terbaik.

Thursday, March 7, 2013

Cinta Dibalik Layar



         Melihatmu dari sudut pandang yang sekiranya tidak akan kau ketahui itu bagaikan melihat pelangi dari balik bukit. Menikmati keindahan ciptaan Tuhan tanpa disadari sang ciptaan. Tapi aku jauh lebih menikmati itu disbanding harus bertemu denganmu, berpapasan denganmu, melihatmu secara detail lebih dekat. Itu membuatku tidak bisa menikmati apa yang kupandang.
            Jika bertemu denganmu, aku lebih memilih menundukkan wajahku. Bukan justru melihatmu secara dekat. Karena, aku justru semakin sibuk menata degup jantungku. Aku terlalu takut. Takut saat berpapasan denganmu, kau berhasil mendengar degup jantungku. Aku tau, melihatmu dari jauh saja, bahkan dengan hanya mengingatmu, aku bisa seketika menjadi orang berdegup jantung ubnormal. Apalagi jika harus berpapasan denganmu. Semakin menjadi-jadi ledakan pada hatiku. Aku takut kau mendengarnya. Jadi, saat berpapasan hanya akan membuatku fokus dengan degup jantungku dan tidak sempat menata pandanganku padamu.

            Aku tau, mungkin memang hanya aku yang seperti ini. Seseorang yang jatuh cinta, namun hanya bisa dan mampu melihat sang pujaan hati dari balik layar yang tidak disadari sang pujaan. Tapi beginilah aku. Bagiku, jatuh cinta tidak butuh ekspose yang berlebihan. Aku lebih suka jatuh cinta seperti jalanku mencinta. Lagipula, apadaya kupaksakan hatiku diam namun ia tetap histeris tak berujung.

            Padahal, kau jelas tau aku mencintaimu. Begitu juga aku yang sudah mendapatkan pernyataan cintamu untukku. Tapi tetap saja, aku tidak suka kau tau aku melihatmu. Bahkan aku berpikir kau tidak pernah melakukan apa yang aku lakukan. Tapi diam-diam aku berharap, didalam ketidak tauanku dalam tatapanmu yang tertuju padaku, aku berharap kau juga melihatku dibaik layarmu yang kau setting sedemikian rupa. Ah, tapi aku tak tau bagaimana kenyataannya.

            Aku memang tak pernah menunjukkan secara langsung bahwa aku tidak baik-baik saja saat berpapasan denganmu. Tapi entahlah, jika gelagatku berubah menjadi kaku, saat kepiting rebus berwarna seperti wajahku, saat senyumku tidak sinkron dengan otakku. Entah jika semua itu secara tidak sengaja kutunjukkan dan kau menyadarinya.

            Kita yang saling jatuh cinta. Namun saling menjauh agar tak bertemu. Lucu. Namun muncul keunikkan yang menimbulkan kesan indah dalam hubungan yang kita buat sedemikian rupa adanya. Aku suka cara kita bersama. Aku suka caraku merasa mendekatimu. Aku suka saat aku merasa lebih dekat denganmu saatku menatapmu dalam duniaku. Aku suka semua hal yang ada dan tertuju padamu. 




Bahagiaku Untukmu

0



            “Aku sangat bahagia menjadi aku disisimu.
            “Benarkah?”
            “Iya, tentu. Ku mohon, tetaplah disisiku sebagaimana aku dan kamu.
            “Pasti.”
            “Aku pernah bermimpi memiliki seorang kakak laki-laki yang bisa mengerti aku, yang bisa menemaniku saat aku sedih dan tentu saja tidak menyebalkan seperti kakak laki-laki pada umumnya. Dan sekarang, aku sedang bersama seorang kakak laki-lakiku menelusuri hari bersama. Aku suka.”
            “Kakak laki-laki? Aku?”
            “Ya... oh, tentu bukan hanya itu. Aku juga sangat amat menyayangimu sebagai sahabatku yang palingggg baik. Kau tau? Hanya kamu yang rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk menemaniku bercerita dan mengeluarkan semua yang aku ingin ceritakan. Hingga akhirnya aku tertidur kelelahan karena ulahku sendiri yang terlalu bersemangat bercerita. Haha.”
            “Ada anggapan lain lagi tentangku? Mungkin.”
            “Hm...  Kau kakak laki-laki yang sangat amat ku idamkan. Kau juga sahabat yang paling mengerti diriku. Ya, kau bisa menjadi dewasa saat aku butuh kau menjadi dewasa. Didetik lain, kau bisa menjadi sahabat yang mengasikkan untukku.
            “Hm...”
            “Hei, jangan melihatku begitu. Jangan melambung tinggi.”
            “Oh, iya. Aku sahabatmu dan kakakmu. Kira-kira, bisakah semua ini berubah? Aku tidak lagi menjadi sahabat dan kakakmu. Mungkin bisa menjadi........”
            “Oh, tidak! Kumohon tetaplah menjadi kakak dan sahabat yang baik untukku. Jangan coba-coba untuk tinggalkan aku!
            “Maaf, bukan begitu maksudku.”
            “Ku mohon, berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan merubah segalanya pada kita dan tetap menjadi sahabat dan kakak yang baik untukku.”
            “Jika aku berjanji, kau akan bahagia?”
            “Tentu! Selamanya.”
            “Baiklah, aku tidak akan meninggalkanmu dengan alasan apapun.”
“Lalu?”
“Yaa... aku akan menjadi sahabat dan kakak laki-laki yang baik untuk wanita yang kini berada disampingku.”
“Selamanya?”
“Hm, ya. Selamanya.” 

Bintang Jatuh Yang Terjatuh

0


Jangan bertingkah seolah kau satu-satunya bintang jatuh didunia. Jangan menganggap diriku hanya bisa menggantungkan harapanku padamu saja. Jangan berharap aku akan terus menggantungkan harapanku pada satu bintang jatuh yang tak kunjung mengabulkan harapanku.
Percayalah, kau bukanlah satu-satunya bintang jatuh didunia. Masih banyak bermilyar-milyar bintang jatuh didunia yang bisa kugantungkan harapanku pada mereka. Masih banyak pula bintang-bintang yang belum terjatuh dan mungkin akan terjatuh yang bisa kuharapkan.
Kau hanyalah seonggok bintang jatuh yang kebetulan tergelincir hingga kehadapanku. Mungkin memang hanya kau yang kini tertera dihadapanku, tapi nyatanya tak hanya kau sang bintang jatuh. Mungkin dan memang pasti suatu saat nanti aku melihat bintang jatuh lain yang mungkin bisa lebih cepat mengabulkan harapanku tanpa terlalu lama digantungkan begitu saja.
Jika kau tidak berniat mengabulkan harapanku, aku akan dengan ikhlas melepaskanmu kembali kelangit dan membiarkanmu terjatuh dihadapan pengharap lain. Jika memang itu terjadi, aku rela membuang malamku menunggu bintang jatuh yang cahayanya lebih nyata dimataku dan juga bisa menyatakan harapanku.
Jika kau berniat mengabulkan harapanku, cobalah jangan bertingkah angkuh padaku. Aku memang hanya seorang pengharap yang sedang berharap besar padamu, wahai bintangku. Tapi cobalah untuk yakinkanku, bahwa aku tidak menyia-nyiakan malamku untuk menunggumu terjatuh dihadapanku. Yakinkanku bahwa aku tak sia-sia menghabiskan waktuku menggantungkan harapanku padamu. Cobalah tunjukan pintu magis pembawa kenyataan pada harapanku.
Kau hanyalah bintang jatuh yang terjatuh. Yang kemudian kugantungkan harapanku pada satu-satunya bintang yang tergelincir hingga dihadapanku. Kemudian kau gantungkan kembali harapan itu. Hingga aku lelah dan mencoba menerbangkanmu kembali keangkasa luas. Dan pada akhirnya kau terjatuh kembali diantara milyaran pengharap lain. Bukan aku.

Aku dan Kamu. Kita.

0


Aku dan kamu...
Dua sosok yang berbeda namun mencoba menyatukan perbedaan
Mencoba melawan perbedaan untuk bisa menjadi satu
Satu yang menuju kebahagiaan
Bersama...

Aku dan kamu...
Dua sosok yang terlihat sebatas normal tak akan bisa bersama
Tapi kitalah sosok normal yang mencoba luar biasa
Kita yang mencoba dan akan merubah suatu hal yang normal menjadi tak normal
Untuk bisa bersama
Selamanya...

Aku dan kamu...
Dua sosok ciptaan Tuhan yang dengan kerasnya dinyatakan tak bisa bersama
Namun dengan kekuatan yang tersisa kita berjuang bersama melawan yang ada
Melawan segala rintangan besar diujung perjuangan
Tak peduli guntur menyambar hebat
Tak peduli sang bayu bertiup tak tentu arah setega-teganya ia
Tak peduli jika harus menerjang terik mentari yang menusuk kalbu sang pejuang

Karna pada akhirnya,
Aku dan kamu...
Menemukan jalan terang bersinar indah bak surga dipersimpangan jalan perjuangan
Akhir dari perjuangan bukit terjal berduri yang telah terlewati
Kebahagiaan.

‘Hanya’ Aku Sosok Specialmu?

0


            Ku fikir, akulah seseorang yang dekat denganmu dengan embel-embel special dihatimu. Ku fikir, aku seorang wanita yang beruntung yang mampu mendapatkan hatimu. Pada nyatanya, perhatian yang selama ini kau berikan padaku memang hanya sebatas perhatian singkat belaka. Tanpa ada rasa.
            Kau tidak tau, saat perhatian kecil yang kau tujukan padaku, seketika pemilik hati kecil yang berdegup kencang ini begitu bahagia. Aku. Aku begitu berharap lebih pada perhatianmu. Aku bahkan dengan yakinnya menunggu perhatian-perhatian lain yang kembali kau tujukan padaku. Aku juga menunggu saat dimana kau benar-benar mewujudkan mimpiku untuk menjadi satu-satunya pendamping hidupmu.
            Kemudian aku tersadar, bahwa pada nyatanya perhatian yang kau tujukan padaku memang bukan hanya untukku. Tapi juga untuk mereka diluar sana. Untuk mereka yang juga mungkin memiliki harapan sepertiku. Ah, aku baru menyadari kebodohanku setelah aku terlampau jauh masuk kejurang harapanku dan terjatuh didalamnya hingga terluka dan tak mampu untuk memanjat kembali jurang itu atau bahkan tak mampu berdiri.
            Bayangkan saja, sudah lama aku dan kamu menyimpan kedekatan kita. Kedekatan yang kufikir akan menjadi kebersamaan. Kedekatan yang sebetulnya memang tidak wajar jika hanya disebut sebatas kedekatan biasa.
            Hanya akukah yang berharap lebih? Tidakkah kamu?
            Memang tidak bisa disalahkan jika pada dasarnya kau orang yang ramah kepada siapapun termasuk aku. Tapi tentu saja akupun tidak begitu salah jika harapan ini muncul begitu saja tanpa bisa ditahan kepada seseorang yang memang terlihat memberi harapan. Memang akulah sang pengharap yang tak pasti. Bukan kamu yang menjadi sang pemberi harapan palsu.
            Saat melihat kau dekat dengan yang lain, aku cemburu. Ada rasa aneh seketika yang menjulur mendesir darahku. Namun aku kembali tersadar saat aku menyadari sosok dan posisiku yang masih sama dengan wanita-wanita yang membuatku merasa aneh dan tidak terima dengan kedekatannya denganmu. Kesadaran itu semakin membunuhku. Aku bukanlah sosok specialmu.
            Apa lagi yang harus aku tak terima? Aku dan mereka hanyalah sesosok wanita yang butuh perhatian. Mungkin.
            Harusnya aku sadar, cemburu ini tidak akan beujung pada kebahagiaan. Kecemburuanku ini akan terus menjai rasa cemburu yang salah arah. Akan menjadi rasa cemburu yang tak tentu alasan dan tidak didasari kepemilikan mutlak. Aku disini hanyalah seseorang yang berharap sendiri tanpa diharapkan. Hanya itu yang aku tau.
            Disisi lain, aku ingin menjauh untuk meredam harapanku yang semakin membuncah tak karuan saat kau kembali memberiku secuil perhatian. Tapi saat perhatian itu tiba dihadapanku, rasanya aku tak ingin hilang dari peredaranmu sekejap saja. Begitu nyaman hidup didalam harapan yang kau bangun jika kau seolah sedang menguatkan harapanku. Tapi begitu memilukan jika tersadar, aku terperangkap didalam benteng harapan yang dimana terdapat banyak yang berharap sama sepertiku didalamnya.
            Saat ingin pergi kesuatu tempat, saat ingin melakukan suatu kegiatan, ada rasa yang mendorongku untuk melaporkan kegiatanku kepadamu. Tapi kembali rsa itu muncul...... siapa aku dimatamu hingga kau wajib mengetahui semua kegiatanku. Rasa itu juga yang muncul saat aku tidak bisa menghubungimu namun aku merasa wajib memberi kabar kepadamu. Ah.
            Aku ingin pergi dari peredaranmu jika itu satu-satunya jalan agarku tidak terperangkap dalam jeratan harpan besar nan terlalu kuat dirapuhkan. Namun aku ingin tetap dekat denganmu jika itu jalan satu-satunya untuk bisa mendapatkanmu suatu hari nanti dengan membiarkanku terkurang diantara harapan tahanan lain bersamaku didalam bentang harapanmu.
            Siapa yang tau hatimu? Jika aku pergi, namun aku begitu yakin kau juga mengharapkanku. Jika aku bertahan, sudah terlalu lama aku hidup dalam harpan yang tak kunjung terkabul dan sampai kapan aku harus menunggu semua hingga tiba.
            Aku ingin tau segala isi hatimu agar kebimbangan ini bisa menjadi kepastian.
            Aku ingin tau segala isi hatimu agar aku bisa menentukan jalanku selanjutnya.

Penyakit Ini Menghalangi

0


          Cepat atau lambat, kita tetap akan berpisah. Cepat atau lambat aku akan tetap meninggalkanmu. Jadi, buat apa kau menahanku untuk tidak mengakhiri hubungan yang sudah jelas kita ketahui akhirnya ini? Untuk apa lagi kita bertahan pada kebahagiaan yang sebentar ataupun lama akan berujung pada kesedihan?
          Aku. Seorang wanita berpenyakit yang akan meraungi ruang-ruang kosong otakmu setiap waktu. Cepat atau lambat, aku akan meninggalkanmu dengan lebel kematian. Aku lelah jika harus mengganggu segala kegiatanmu dengan munculnya aku diotakku sebagai wanita lemah yang kondisinya patut diperhatikan. Aku lelah jika dalam setiap kata dalam pesanmu, telfonmu, bahkan jika kita bertemu kau selalu memintaku untuk menjaga sisa-sisa kekuatan tubuhku yang pada dasar kenyataannya tidak bisa kupertahankan. Aku lelah jika harus merasa merepotkan dirimu, seseorang yang amat kucintai.
          Dalam mimpiku, disisa-sisa hidupku, aku hanya ingin melihatmu tersenyum selayaknya orang bahagia pada dasarnya. Bukan tersenyum seperti seseorang yang baru menemukan barang kesayangannya yang tetap berada ditempatnya saat ia tinggal pergi. Itulah tatapanmu saat kau melihatku. Senyum lega. Tanda kau menemukanku masih bernafas dan belum terbujur kaku ditempat tidurku. Disisi lain, aku jatuh cinta pada senyummu. Tapi dilubuk hatiku, aku kembali membenci kesadaranku yang muncul tiba-tiba saat kau tersenyum mengasihaniku.
          Kau tau? Aku ingin kau pergi tentu saja untuk kebaikkan kita. Aku ingin kau pergi dari pandanganku, agar aku tak perlu menahan rasa tak enak hatiku saat aku meropotkanmu karena penyakitku. Dan baiknya kau pergi dari sisikupun agar kau bisa bahagia dengan wanita yang sehat dan kalian bisa menjalani cinta yang normal seperti pasangan-pasangan lain diluar sana. Aku tau, saat kau berkata kau bahagia asal berada disisiku, itu tidak sepenuhnya pernyataan jujur. Aku tau yang seseungguhnya ingin kau katakan, bahwa kau bahagia jika berada disisiku, berjalan berdampingan denganku, bukan mendorong kursi rodaku dari belakang punggungku.
          Kau pergi. Itu yang terbaik.

Cinta Dibalik Layar

0



         Melihatmu dari sudut pandang yang sekiranya tidak akan kau ketahui itu bagaikan melihat pelangi dari balik bukit. Menikmati keindahan ciptaan Tuhan tanpa disadari sang ciptaan. Tapi aku jauh lebih menikmati itu disbanding harus bertemu denganmu, berpapasan denganmu, melihatmu secara detail lebih dekat. Itu membuatku tidak bisa menikmati apa yang kupandang.
            Jika bertemu denganmu, aku lebih memilih menundukkan wajahku. Bukan justru melihatmu secara dekat. Karena, aku justru semakin sibuk menata degup jantungku. Aku terlalu takut. Takut saat berpapasan denganmu, kau berhasil mendengar degup jantungku. Aku tau, melihatmu dari jauh saja, bahkan dengan hanya mengingatmu, aku bisa seketika menjadi orang berdegup jantung ubnormal. Apalagi jika harus berpapasan denganmu. Semakin menjadi-jadi ledakan pada hatiku. Aku takut kau mendengarnya. Jadi, saat berpapasan hanya akan membuatku fokus dengan degup jantungku dan tidak sempat menata pandanganku padamu.

            Aku tau, mungkin memang hanya aku yang seperti ini. Seseorang yang jatuh cinta, namun hanya bisa dan mampu melihat sang pujaan hati dari balik layar yang tidak disadari sang pujaan. Tapi beginilah aku. Bagiku, jatuh cinta tidak butuh ekspose yang berlebihan. Aku lebih suka jatuh cinta seperti jalanku mencinta. Lagipula, apadaya kupaksakan hatiku diam namun ia tetap histeris tak berujung.

            Padahal, kau jelas tau aku mencintaimu. Begitu juga aku yang sudah mendapatkan pernyataan cintamu untukku. Tapi tetap saja, aku tidak suka kau tau aku melihatmu. Bahkan aku berpikir kau tidak pernah melakukan apa yang aku lakukan. Tapi diam-diam aku berharap, didalam ketidak tauanku dalam tatapanmu yang tertuju padaku, aku berharap kau juga melihatku dibaik layarmu yang kau setting sedemikian rupa. Ah, tapi aku tak tau bagaimana kenyataannya.

            Aku memang tak pernah menunjukkan secara langsung bahwa aku tidak baik-baik saja saat berpapasan denganmu. Tapi entahlah, jika gelagatku berubah menjadi kaku, saat kepiting rebus berwarna seperti wajahku, saat senyumku tidak sinkron dengan otakku. Entah jika semua itu secara tidak sengaja kutunjukkan dan kau menyadarinya.

            Kita yang saling jatuh cinta. Namun saling menjauh agar tak bertemu. Lucu. Namun muncul keunikkan yang menimbulkan kesan indah dalam hubungan yang kita buat sedemikian rupa adanya. Aku suka cara kita bersama. Aku suka caraku merasa mendekatimu. Aku suka saat aku merasa lebih dekat denganmu saatku menatapmu dalam duniaku. Aku suka semua hal yang ada dan tertuju padamu.